Bisakah Publik Menggugat Pertamina Bila Ternyata Pertamax yang Dijual Tak Sesuai Spesifikasi?

Sumber : Klik disini
TRIBUNMATARAMAN.COM | JAKARTA - Kualitas BBM jenis Pertamax diragukan setelah mencuat kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang periode 2018-2023 yang menjadikan Dirut Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, sebagai tersangka.
Di media sosial, banyak warganet yang merasa tertipu karena menganggap bahwa ternyata pertamax yang mereka beli selama ini adalah oplosan pertalite.
Menanggapi keraguan itu, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengatakan, masyarakat bisa menggugat Pertamina dan meminta ganti rugi jika benar bahwa Pertamax yang beredar adalah Pertalite hasil oplosan.
“Konsumen atau masyarakat berhak untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada PT Pertamina melalui mekanisme gugatan yang telah diatur dalam perundang-undangan, salah satunya dapat secara bersama-sama karena mengalami kerugian yang sama,” ujar Ketua BPKN RI, Mufti Mubarok dalam keterangan resminya, dikutip dari kompas.com, Rabu (26/2/2025).
Mufti menyampaikan, berdasarkan UU Perlindungan Konsumen (UUPK), pemerintah atau instansi terkait juga harus turut serta melakukan gugatan karena kerugian yang besar dan korban yang tidak sedikit.
Menurut dia, jika dugaan oplosan ini benar maka para tersangka telah meniadakan hak konsumen, yaitu hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar, kondisi, dan jaminan yang dijanjikan.
“Konsumen dijanjikan RON 92 Pertamax dengan harga yang lebih mahal, malah mendapatkan RON 90 Pertalite yang lebih rendah,” kata Mufti.
Tak hanya itu, tindakan para tersangka diduga merampas hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
“Dalam kasus ini, diduga konsumen telah memperoleh informasi yang palsu dan menyesatkan karena label RON 92 pertamax yang dibayarkan tetapi ternyata mendapatkan RON 90 Pertalite yang lebih rendah,” ujarnya.
Panggil Dirut Pertamina
Untuk mendapatkan klarifikasi, BPKN berjanji akan segera memanggil Direktur Utama Pertamina untuk meminta klarifikasi atas dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi.
Kemudian, BPKN juga akan segera melakukan uji sampling terhadap Pertamax yang tengah beredar di SPBU.
“BPKN bersama Pemerintah (Kementerian ESDM dan BUMN) akan membentuk tim kerja bersama yang melibatkan stakeholder terkait untuk melakukan mitigasi, penyuluhan informasi kepada masyarakat dan aktivasi mekanisme pengaduan konsumen bagi yang mengalami kendala akibat kejadian ini,” kata Mufti.
Penjelasan Pertamina Patra Niaga
Sebelumnya, Pertamina Patra Niaga telah merespon isu yang berkembang di masyarakat dan media yang menyebut bahwa Pertamax yang selama ini dijual ke konsumen adalah hasil oplosan Pertalite.
Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) menegaskan tidak ada pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax.
Mereka menegaskan bahwa kualitas Pertamax dipastikan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah yakni RON 92.
“Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing, Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92. Spesifikasi yang disalurkan ke masyarakat dari awal penerimaan produk di terminal Pertamina telah sesuai dengan ketentuan pemerintah,” kata Heppy Wulansari, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Rabu (26/2/2025).
Heppy melanjutkan, treatment yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat.
Selain itu juga ada injeksi additive yang berfungsi untuk meningkatkan performance produk Pertamax.
"Jadi bukan pengoplosan atau mengubah RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax," jelas Heppy.
Dia meyakinkan bahwa Pertamina Patra Niaga telah melakukan prosedur dan pengawasan yang ketat dalam melaksanakan kegiatan Quality Control (QC).
Distribusi BBM Pertamina juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
"Kami menaati prosedur untuk memastikan kualitas dan dalam distribusinya juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Migas,” ungkap Heppy.
Heppy melanjutkan, Pertamina berkomitmen menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) untuk penyediaan produk yang dibutuhkan konsumen.
Korupsi Riva Siahaan
Seperti diberitakan, kualitas Pertamax yang dibeli konsumen belakangan ini diragukan setelah mencuat kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023, yang melibatkan Dirut Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, sebagai tersangka.
Selain Riva Siahaan, enam orang lain juga telah dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Setelah memeriksa saksi, ahli, serta bukti dokumen yang sah, tim penyidik menetapkan tujuh orang sebagai tersangka," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar, dikutip dari Kompas.com, Selasa (25/2/2025).
Para tersangka diduga membeli Pertalite untuk "diblending" menjadi Pertamax. Hasil blending tersebut kemudian dijual dengan harga Pertamax, yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 193,7 triliun.
Kerugian tersebut berasal dari sejumlah komponen, antara lain kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker,kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker, dan kerugian akibat pemberian kompensasi serta subsidi