BPKN RI Bentuk Tim Pencari Fakta, Desak Pemerintah Audit Peredaran Obat Sirop

Sumber : Klik disini

JAKARTA, sinar-berita.com |* Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan peningkatan kasus gagal ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI) yang mencapai 304 kasus per tanggal 31 Oktober 2022. Angka kematian kasus gagal ginjal akut misterius saat ini mencapai 159 anak. Jumlahnya meningkat dari yang sebelumnya dilaporkan mencapai 157 anak. Meski sudah ada penarikan obat sirup yang dilarang BPOM, kasus gagai ginjal akut misterius masih bertambah.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) akan mendesak pemerintah melakukan audit terhadap proses produksi obat sirup yang diduga menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut. Langkah tersebut sesuai dengan hasil rapat BPKN bersama Komisi VI DPR, kemarin.

Ketua BPKN RI Rizal E. Halim yang merespon ramainya kasus tersebut. Melalui Konferensi Pers yang diselenggarakan di kantor BPKN Gondangdia Jakarta, Jumat (4/11/2022), Rizal E. Halim mendesak pemerintah melakukan audit secara keseluruhan, proses pra-registrasi, registrasi, dan izin edar obat-obatan.

Selain itu, BPKN mendesak pemerintah untuk mengaudit secara keseluruhan proses produksi obat. Audit ini mencakup perolehan bahan baku baik yang dibuat di dalam negeri maupun impor hingg proses distribusinya.

“Menyitir data Kementerian Kesehatan, kasus gagal ginjal akut telah menelan korban jiwa hingga 178 balita. Sementara itu, jumlah balita yang mengidap gagal ginjal mencapai 325 orang. Namun, kemungkinan totalnya lebih besar dari data resmi yang dihimpun Kementerian Kesehatan itu,” ujarnya.

Dia pun menyatakan BPKN akan membentuk tim pencari fakta yang terdiri atas berbagai unsur, mencakup anggota Kepolisian, Kejaksaan, Jurnalis, Akademisi, Kementerian Kesehatan, dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

Sebagai lembaga yang diamanatkan untuk proses advokasi, Rizal menuturkan BPKN akan memberikan pendampingan terhadap 325 korban apabila hendak melakukan proses hukum lanjutan.

BPKN mendesak pemerintah menaikkan kasus gagal ginjal akut ini menjadi kejadian luar biasa. Hal ini, menurut Rizal, sejalan dengan pasal 188 ayat (3) jo pasal 196 UU Kesehatan yang menyatakan, setiap orang dengan sengaja memproduksi dan mengedarkan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak penuhi persyaratan keamanan, di pidana paling lama 10 tahun dan denda 1 milyar rupiah.

Rizal menegaskan, berdasarkan pasal 8 juncto pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, perihal pertanggungjawaban perusahaan farmasi atas kerugian materiil dan immateril atas kerugian yang terjadi dengan pidana maksimal 5 tahun dan denda paling banyak 2 Milyar Rupiah.

“Karena ini masif, tiba-tiba, dan sampai saat ini belum ada rilis yang pasti mengenai penyebabnya,” ucap Rizal.

“Apabila terjadi gejala seperti diare, mual, muntah demam sampai lima hari, batuk, pilek, sering mengantuk, dan kesulitan buang air seni, masyarakat bisa segera melakukan penanganan dengan merujuk ke rumah sakit terdekat. Untuk sementara, jika terjadi gejala tersebut, balita tidak diperkenankan mengkonsumsi obat cair atau obat sirup” kata Rizal menganjurkan.

Lebih lanjut, Rizal menyebutkan BPKN RI memberikan empat rekomendasi kepada pemerintah atas kejadian ini, pertama, pemerintah harus mengevaluasi secara menyeluruh atas proses penerbitan izin edar obat dari mulai praregister hingga didistribusikan ke pasaran.

Kedua, BPKN RI merekomendasikan supaya pemerintah melakukan audit secara komprehensif dari hulu ke hilir dalam proses sediaan farmasi di Indonesia, termasuk dari industri bahan baku farmasi. Ketiga, BPKN RI akan membentuk tim pencari fakta (TPF) guna mengusut kasus gagal ginjal akut.

“Dan yang terakhir ke empat BPKN RI mendesak pemerintah menaikan status penangangan penyakit ini menjadi kejadian luar biasa (KLB) kesehatan” tutup Rizal