BPKN Soroti Leasing Tarik Paksa Kendaraan: Wajib Ada Sertifikat Fidusia

Sumber : Klik disini

Denpasar - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) tengah menyoroti insiden penarikan kendaraan secara paksa oleh leasing yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Ketua Komisi 1 Bidang Penelitian dan Pengembangan BPKN RI Arief Safari menjelaskan kondisi tersebut hampir merata terjadi di setiap daerah, termasuk Bali.

"Saya dengar di Bali banyak terjadi ketika pandemi dan di daerah lain pun sama. Jadi, saat pandemi kemampuan masyarakat berkurang secara ekonomi sehingga mereka tidak sanggup membayar cicilan. Di situlah potensi konflik mulai timbul," ujarnya, Rabu (17/5/2023).

Penarikan kendaraan yang tidak sesuai dengan prosedur regulasi itu dipicu karena terbatasnya kemampuan konsumen membayar cicilan. Di sisi lain, leasing harus tetap mengamankan asetnya.

Menurutnya, terdapat beberapa modus penarikan yang dilakukan. Misalnya, sering kali kendaraannya ada namun krediturnya tidak ada karena pindah rumah. Atau krediturnya ada tetapi kendaraannya tidak ada dikarenakan dijual di bawah tangan.

"Dari informasi itu kemudian leasing terkadang menggunakan mata elang untuk menginformasikan kondisi kendaraan yang hilang," terangnya.

Arief menjelaskan sebetulnya dalam proses penarikan kendaraan memiliki beberapa tahapan. Di antaranya, sebelum dilakukan penarikan kendaraan harus ada surat peringatan sebanyak 1-3 kali agar konsumen tahu bahwa sudah ditegur.

"Lalu, surat sertifikat fidusia dan ini wajib. Kalau konsumen ternyata sukarela dan sepakat kendaraan mau ditarik maka tidak menjadi masalah. Isu yang kemudian terjadi, penarikan paksa apabila konsumen kemudian berkeberatan dan tidak mau ditarik kendaraannya," sebutnya.

Ia mengingatkan apabila debt collector ketika bertugas harus melengkapi diri dengan berkas-berkas tersebut, maka semuanya dapat berjalan lancar tanpa adanya konflik.

"Bahkan konsumen pun akan menyerahkan secara sukarelakendaraannya tanpa melalui putusan pengadilan. Tapi, saat dia tidak mau, maka dia harus menunggu dari pengadilan karena konsumen keberatan,"ungkapnya.

Menurutnya, terdapat beberapa modus penarikan yang dilakukan. Misalnya, sering kali kendaraannya ada namun krediturnya tidak ada karena pindah rumah. Atau krediturnya ada tetapi kendaraannya tidak ada dikarenakan dijual di bawah tangan.

"Dari informasi itu kemudian leasing terkadang menggunakan mata elang untuk menginformasikan kondisi kendaraan yang hilang," terangnya.

Arief menjelaskan sebetulnya dalam proses penarikan kendaraan memiliki beberapa tahapan. Di antaranya, sebelum dilakukan penarikan kendaraan harus ada surat peringatan sebanyak 1-3 kali agar konsumen tahu bahwa sudah ditegur.

"Lalu, surat sertifikat fidusia dan ini wajib. Kalau konsumen ternyata sukarela dan sepakat kendaraan mau ditarik maka tidak menjadi masalah. Isu yang kemudian terjadi, penarikan paksa apabila konsumen kemudian berkeberatan dan tidak mau ditarik kendaraannya," sebutnya.

Ia mengingatkan apabila debt collector ketika bertugas harus melengkapi diri dengan berkas-berkas tersebut, maka semuanya dapat berjalan lancar tanpa adanya konflik.

"Bahkan konsumen pun akan menyerahkan secara sukarelakendaraannya tanpa melalui putusan pengadilan. Tapi, saat dia tidak mau, maka dia harus menunggu dari pengadilan karena konsumen keberatan,"ungkapnya.