Duh! Pengaduan di Sektor Perumahan Masih Tinggi, Ini Kasusnya
Sumber : Klik disini
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) melaporkan, sejak tahun 2017-2023 pihaknya telah menerima sebanyak 8.676 pengaduan konsumen.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi Advokasi BPKN-RI, Rolas Sitinjak dalam Advocacy Talk bertema 'Kiat-kiat Aman dan Nyaman Membeli Rumah/Apartemen' dipantau secara daring, Selasa (18/7/2023). Rolas mengungkapkan, sejak tahun 2017-2023 sektor perumahan yang paling tinggi mendapatkan pengaduan, yakni sebanyak 3.241 pengaduan.
"Ini kami tangani satu per satu dalam 5 tahun terakhir ini," ujarnya.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah kasus yang dilaporkan. Permasalahan utama adalah soal pembiayaan bangunan.
"Di perumahan ini 3.241 lebih dari 60% ini mengenai pembiayaan makanya dengan ini kami mengundang pihak OJK untuk berkenan memberikan pencerahan kepada kami kepada konsumen," ujarnya.
Selanjutnya, sektor keuangan menempati posisi kedua yang mendapatkan pengaduan terbanyak dari masyarakat, yakni ada sebanyak 3.147 pengaduan.
Pengaduan dari sektor e-commerce sebanyak 1.202 pengaduan, sektor kategori lain-lain 530 pengaduan, jasa telekomunikasi 172 pengaduan.
"Ini yang masuk kepada BPKN, jadi kalau kita ekuivalen kan dengan angka, ini sampai dengan sekitar Rp 103 triliun (kerugian konsumen)," terangnya.
Sejalan dengan itu, Rolas menuturkan bahwa perlindungan konsumen-nya luar negeri dengan Indonesia memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Salah satu perbedaannya adalah perlindungan konsumen yang ada di luar negeri bersifat aktif.
"Perlu kami sampaikan disini, perlindungan konsumen nya luar negeri itu sama Indonesia perbedaannya adalah banyak sekali. Salah satu perbedaannya adalah perlindungan konsumen yang ada di luar negeri sana, BPKN itu bersifat aktif," ujarnya.
Lebih lanjut, Rolas menuturkan, baik dari undang-undang maupun regulasi yang dibuat pemerintah sampai dengan saat ini masih selalu berpihak kepada pelaku usaha. Menurutnya, hal itu karena fokus pemerintah adalah untuk menumbuhkembangkan Industri atau lapangan pekerjaan.
"Baik undang-undang, maupun regulasi yang ada biasanya berpihak kepada pelaku usaha. (Sedangkan) di negara-negara maju, consumer protection agency itu sangat adidaya," pungkasnya.