Potensi Class Action Konsumen Jika Tidak Ada Perbaikan Pusat Data Nasional

Sumber : Klik disini

Beberin.com, Jakarta – Peretasan dan ransomware yang terjadi pada Pusat Data Nasional Sementara 2 di Surabaya mendapat perhatian dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN-RI). Dalam webinar dengan tema “Peretasan Data Nasional: Dapatkah Konsumen Ajukan Class Action?”, terungkap bahwa lumpuhnya 282 layanan publik cukup meresahkan masyarakat dan mempertanyakan bagaimana solusi dari Pemerintah. Bilamana tidak ada perbaikan, ini perlu diwaspadai adanya potensi class action konsumen yang tidak mendapatkan layanan yang handal, aman dan nyaman.

Disampaikan Ketua BPKN-RI, M. Mufti Mubarok, BPKN berharap respon Pemerintah khususnya melalui Kominfo agar terus mencari jalan keluar agar mencegah tidak terjadinya peretasan data yang berlarut-larut. Kami dari BPKN-RI terus mengadvokasi masyarakat dan bilamana diperlukan juga melakukan gugatan konsumen dalam class action untuk memulihkan hak konsumen,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi Advokasi BPKN-RI Fitrah Bukhari mengungkapkan, diskusi yang dilakukan BPKN guna melihat langkah-langkah strategis yang ditawarkan kepada publik. “Karena perlindungan data pribadi ini merupakan hak warga negara sekaligus hak konsumen. Saat ini, bukan hanya pribadi saja yang dirugikan melainkan organisasi-organisasi yang ada di masyarakat juga menjadi korban,” tandasnya.

Untuk mencermati regulasi serta penanganan dugaan pelanggaran PDP pada PDNS, mewakili Kominfo RI, Rindy menyampaikan bahwa dasar hukum Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang saat ini menjadi salah satu payung hukum di Kominfo sejatinya UU PDP yang sudah diterbitkan namun pelaksanaannya baru dapat dijalankan pada 18 Oktober 2024, sebelumnya tahun 2019 itu sudah ada PP 71/2019 tentang Penyelenggara Sistem Transaksi Elektronik. Kominfo sendiri sudah menyediakan kanal untuk melaporkan dugaan kebocoran data pribadi. “Untuk proses penanganan dugaan pelanggaran PDP, Kominfo masih menindaklanjuti dengan menunggu info dari PDNS untuk tenantnya yang memproses data pribadi,” ungkapnya.

Sementara itu, dari sisi perlindungan konsumen, Wakil Ketua Komisi Advokasi BPKN-RI, Intan Nur Rahmawanti mengulas bahwa “Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai gugatan perwakilan kelompok (class action) dalam penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan oleh sekelompok konsumen/LPKSM. Ini menjadi opsi atau jalan menempuh upaya hukum dalam mengajukan ganti rugi. Karena untuk konsumen, gugatan class action ini memiliki keuntungan-keuntungan khususnya dari efisiensi, biaya, tenaga, dan waktu,” ujarnya.

Ditambahkan Heru Sutadi, Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN-RI, konsumen di era digital memiliki peran penting dan perkembangan teknologi yang mengubah pola komunikasi, berbelanja dan penggunaan layanan, termasuk terdapatnya tantangan keamanan siber dan perlindungan data. Mengenai PDNS, dengan banyaknya layanan terganggu sebagai dampak dari ransomware, yang juga bukan merupakan peristiwa pertama kali terjadi di Indonesia, menjadi pertanyaan adalah bagaimana tata kelola keamanan siber dan perlindungan data di Indonesia. “Ini perlu perbaikan dengan mengadopsi best practice dan standar internasional serta perlu mengedukasi masyarakat baik konsumen maupun pelaku usaha akan hak dan kewajiban untuk menjaga keamanan siber dan concern dalam perlindungan data pribadi.”

Lebih lanjut dari Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Ismail Fahmi menyampaikan “masyarakat melalui media sosial menuai kritik kepada Pemerintah terkait kurangnya pemaksimalan upaya antisipasi dan penanggulangan gangguan teknis terhadap keamanan siber. Respon publik 24% menyatakan Kominfo pastikan pemerintah bertanggung jawab, 39% menyatakan adanya indikasi birokrasi yang berantakan saat bangun PDN, 6% media dan publik amplifikasi Pemerintah melalui Kominfo akan bertanggung jawab atas kasus peretasan PDN dan 64% publik menilai hanya masalah waktu data publik dapat terkena ransomware. Sehingga rekomendasinya yaitu Pemerintah untuk dapat mengimplementasikan regulasi yang ketat terkait perlindungan data pribadi konsumen.”

Sebagai penutup, semua narasumber memberikan pesan kepada seluruh konsumen Indonesia atas isu peretasan data nasional. “Kita harus memberikan perhatian terhadap keamanan siber dan data, karena konsumen nantinya yang akan menggunakan layanan. Kita berharap kepercayaan konsumen dijaga karena akan memiliki hubungan dengan pertumbuhan ekonomi lewat konsumsi layanan atau produk,” ujar Heru.

Sementara Rindy menyampaikan, resiko untuk keamanan itu memang sulit untuk dihindari. Dalam memelihara sistem atau keamanan itu penyelenggara sistem elektronik, kami selaku Kominfo berkewajiban mengatasi kasus-kasus tersebut. Untuk meningkatkan perlindungan, perlu juga peran aktif semua stakeholder untuk sama-sama mewujudkan perlindungan data pribadi,” harapnya.

Intan Nur Rahmawanti lebih lanjut menambahkan. “Untuk menjadikan konsumen yang berdaya dituntut untuk mampu mengemukakan pendapatnya dan juga mengadvokasi diri untuk memperjuangkan haknya.”