BPKN-RI : Kenaikan Tarif PSC (Passenger Service Charge) Akan Membebani Rakyat

Jakarta, 27 Juli 2022. Pelaku perjalanan moda transportasi udara kembali menelan kenyataan pahit. Setelah dihadapkan pada harga tiket mahal karena melambungnya harga bahan bakar avtur, kini potensi kenaikan itu kembali terjadi setelah PT Angkasa Pura I (AP I) mengumumkan kenaikan tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau airport tax.

 Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN-RI) menilai kenaikan tarif PSC (Passenger Service Charge) akan membebani rakyat. Alasannya, harga tiket saat ini sudah mengalami kenaikan. airport tax menjadi passenger service charge (PSC) adalah biaya jasa bandara yang dibebankan ke penumpang baik saat keberangkatan ataupun kedatangan. BPKN-RI melihat, jika harus memberlakukan tarif pelayanan penumpang di bandara, perlu strategi khusus. Tentunya, diimbangi dengan peningkatan layanan.

Dalam keterangan tertulisnya, Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN-RI Heru menjelaskan bahwa “Penyesuaian tarif jasa kebandarudaraan berupa PJP2U haruslah diimbangi dengan peningkatan pelayanan kepada penumpang dan pengguna jasa bandar udara, dan hal ini juga diiringi dengan sosialisasi kepada masyarakat secara luas dan efektif.’’

Heru menegaskan “Kenaikan tarif PJP2U atau airport tax harus berbanding lurus dengan pelayanan di Bandara. Angkasa Pura I selaku pengelola bandara harus harus transparan dan terbuka dalam pengelolaan keuangannya. Kami melihat dari berbagai sumber, kenaikan tarif airport tax ini sebenarnya sudah disetujui oleh pemerintah hanya saja, sosialisasinya belum maksimal sehingga kurang dipahami oleh beberapa pihak.Ujar Heru.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) menyebutkan perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. UUPK memberikan banyak hak kepada penumpang pesawat. Misalnya Hak atas keselamatan, kenyamanan, dan keamanan. Oleh karna itu BPKN-RI menghimbau kepada stakeholder terkait untuk memastikan pelayanan, keselamatan, dan keamanan bandara agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tutup Heru.

Sementara itu jika dilihat dari sisi hukum perjanjian, pemberlakukan tarif baru harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu harus ada kata sepakat/kesepakatan dengan penumpang, yakni tidak boleh ada paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog) dan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden/undue influence). Selain itu kausa/sebab nya harus halal, artinya tidak boleh melanggar kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang. Penetapan tarif sepihak seperti ini ini sudah melanggar KUHPdt/Psk.1320 & UU 8/1999 ttg. PK/Psl.8 ayat 1 huruf a yang dapat dikenai Pasal 62 ayat 1 yaitu penjara maksimal 5 tahun atau denda maks 2 milyar. Oleh karena itu penetapan tarif baru seperti ini berakibat batal demi hukum dan sekaligus dapat dibatalkan.