Perlindungan Hukum Konsumen Telemedicine

Jakarta, 3 Juni 2022. Di masa Pandemi Covid-19, salah satu layanan digital yang penggunaannya meningkat adalah layanan telemedicine (pelayanan medis jarak jauh), namun hingga saat ini, di Indonesia belum ada peraturan spesifik yang mengatur mengenai praktik kesehatan online tersebut, terutama terkait standar device yang digunakan, pemberian resep secara online, dan perlindungan terhadap kejadian malpraktik dalam layanan konsultasi kesehatan online. Bahkan selama masa pandemi COVID-19, pemerintah melonggarkan pelaksanaan telemedicine. Di sisi lain, perlindungan terhadap keselamatan dan keamanan pasien tetap harus diperhatikan.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN-RI), menyikapi fenomena tersebut dengan menyelenggarakan workshop bersama narasumber dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk berdiskusi terkait dengan perlindungan hukum konsumen telemedicine. Workshop ini merupakan tindak lanjut dari kajian yang telah dilakukan sebelumnya yang telah menghasilkan draft rekomendasi terkait layanan telemedicine yang nantinya akan disampaikan kepada pemerintah.

Sebelumnya, BPKN telah melakukan diskusi terbatas dengan stakeholder terkait yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), Ikatan Dokter Indonesia, Dinas Kesehatan Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan Aplikasi Good Doctor, serta melakukan validasi lapangan ke Kota Bogor dan Kota Yogyakarta. Temuan yang didapatkan dari kegiatan tersebut antara lain, keamanan dan kerahasian data rekam medis pasien masih menjadi isu pada layanan telemedicine, perlindungan konsumen pada layanan telemedicine ini masih lemah ditunjukkan dengan adanya pelayanan yang kurang efektif karena tidak adanya interaksi secara langsung antara dokter dengan pasien yang memungkinkan terjadinya kesalahan diagnosis, belum adanya aturan atau standar layanan mengakibatkan tarif yang dibayarkan kepada dokter menjadi tidak seragam antar platform, dan bahwa telemedicine membawa dampak positif tetapi pengawasan terhadap aplikasi telemedicine kurang efektif karena belum ada pihak otoritas yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi.

Workshop telemedicine ini dihadiri secara daring (dalam jaringan) oleh narasumber Bapak Rico Mardiansyah, S.H.,M.H. selaku Ketua Tim Hukum Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Narasumber kedua adalah Bapak Teguh Arifiyadi selaku Plt Direktur Tata Kelola Aplikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Peserta aktif yang terlibat antara lain, dari Dinkes Kota Bogor, Dinkes Kota Yogyakarta, Dinas Kominfo Kota Bogor, Dinas Kominfo Kota Yogyakarta, Bapak Dr dr. Beni Satria selaku Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota IDI, FX Supardi dari Lembaga Konsumen Yogyakarta, dr Adhiatma Gunawan selaku perwakilan Good Doctor, Drs Mangahit Sinaga, M.M. selaku anggota BPSK Kota Bogor, dan Edy Wijayanti, S.E.,M.H.Kes selaku anggota BPSK Kota Yogyakarta. Workshop juga dihadiri secara luring (luar jaringan) oleh Ketua Komisi Penelitian dan Pengembangan Dr. Megawati Simanjuntak S.P., M.Si dan Wakil Ketua Dr. Anna Maria Tri Anggraini S.H., M.H, serta anggota komisioner Dr. (can) Slamet Riyadi, S.H., S.Hum., M.Si dan Dr. Ir Arief Safari sebagai Moderator.

Dr Rizal E Halim selaku Ketua BPKN RI dalam pembukaannya menyampaikan bahwa workshop telemedicine ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari kementerian dan lembaga terkait mengenai draft rekomendasi perlindungan hukum konsumen telemedicine yang akan dikeluarkan oleh BPKN.

ke Menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh BPKN maka Kemenkes dan Kemenkominfo memberikan tanggapan bahwa rekomendasi yang diberikan oleh BPKN telah inline dengan program yang telah dikerjakan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Komunikasi Informatika terkait dengan layanan telemedicine. Beberapa program yang telah dijalankan oleh Kementerian Kesehatan yaitu merevisi Peraturan Menkes No 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis dimana di dalam revisi rekam medis mengakomodir mengenai perlindungan data pribadi pasien dan mengatur mengenai rekam medis elektronis. Sedangkan dari pihak Kemenkominfo hingga saat ini dalam melakukan upaya perlindungan data pribadi masih terus mengawal proses RUU Perlindungan Data Pribadi. Jika UU Perlindungan Data Pribadi nantinya selesai, maka akan ada sanksi tegas yang akan diberikan bagi platform yang tidak dapat melindungi data pribadi penggunanya.

Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan sanksi tegas yang nantinya akan diterima oleh platform guna memberi efek jera bagi platform agar tidak hanya menganggap data pribadi pengguna hanya sebagai data asset sehingga hanya mengejar banyaknya data yang masuk tanpa melakukan upaya perlindungan terhadap data tersebut. Nantinya data pribadi menjadi data yang menjadi amanah yang harus dijaga sehingga platform perlu data protection, adanya personil bersertifikat yang mampu mengelola dan menjaga kerahasiaan data.

Dr (can) Slamet Riyadi, S.H.,S.Sos.,M.Si. selaku penanggung jawab kajian menyatakan BPKN-RI sebagai lembaga yang mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah, dalam upaya mengembangkan Perlindungan Konsumen berdasarkan UUPK memberikan rekomendasi kepada Kementerian Kesehatan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk bersinergi membuat regulasi khusus berkaitan dengan layanan telemedicine, melindungi hak konsumen telemedicine melalui mekanisme perlindungan kerahasiaan data pasien, serta melakukan pengawasan terhadap platform layanan kesehatan online, mengingat penyelenggara sistem elektronik / platform bukan merupakan fasilitas layanan kesehatan namun hanya penghubung antara penyedia layanan kesehatan dengan konsumen.

Diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap penjualan obat di apotek terpilih maupun terhadap pemberian resep obat keras melalui layanan telemedicine. Berikutnya, demi menjaga keamanan dan kenyamanan konsumen, Kementerian Kesehatan perlu menekankan kepada setiap dokter yang berpraktik untuk menampilkan Surat Izin Praktek (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) ketika melakukan konsultasi melalui telemedicine.” pungkas Dr Ir Arief Safari